KERINCI- Maraknya aktivitas penambangan Galian C di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi disinyalir menjadi penyebab utama tercemarnya Sungai Batang Merao.
Sungai Batang Merao adalah Sungai Terpanjang di Kabupaten Kerinci. Tercemarnya Sungai Batang Merao artinya berbicara persoalan pencemaran lingkungan hidup.
Bicara dampak pencemaran lingkungan hidup, Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Menanggapi persoalan ini, aktivis pemerhati lingkungan di Kabupaten Kerinci lagi-lagi buka suara. Menurutnya, soal pencemaran lingkungan tak perlu menunggu aturan dari Pusat.
“Tak perlu menunggu aturan ESDM dan wewenang Kabupaten atau Provinsi. Atau punya IUP atau tidak. Sudah ada aturan pidana jika galian C betul-betul terbukti mencemari sungai, setelah cek baku mutu air.”Ungkap Jhontech, pemerhati lingkungan, Sabtu (20/03).
Hal itu menurut Jhontech, sesuai Undang-undang. “Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”ucapnya.
Dirinya memaparkan, jika air sungai melalui pembuktian terbukti tercemar akibat kegiatan usaha atau pertambangan Galian C, maka pelakunya bisa dipidana.
“Jika Air sungai terbukti melalui pembuktian tercemar akibat usaha apapun, temasuk usaha Galian C, maka pelaku usaha bisa dipidana dan perusahaannya ditutup.”papar pria pemilik nama lengkap Jhoni Herman ini.
Ia lantas melontarkan bahwa, untuk usaha pertambangan galian type C, pelakunya bisa dipidana sekaligus ditutup pertambangannya.
“Untuk usaha galian type C bisa dipidana dan ditutup bukan harus terkait legal atau illegal atau karena ada atau tidaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP).”sebutnya.

Persoalan pencemaran lingkungan hidup, tidak mesti karena alasan IUP yang dikeluarkan oleh Provinsi atau Permen ESDM.
“Bukan pula karena alasan IUP tersebut dikeluar oleh Provinsi atau aturan Permen ESDM.” Tandasnya.
Intinya kata Jhontech, Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci bisa mengambil tindakan tegas jika usaha tersebut telah mencemari lingkungan.
“Intinya ini terkait usaha tersebut mencemari air sungai yg merusak lingkungan hidup atau Sumber daya Air dijalur DAS yg berdampak merugikan orang banyak.”bebernya.
“Aturan tersebut dibunyikan pada,PP. Nomor 38 Tahun 2011 tentang sungai, bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air sungai.”sebut Jhontech.
Namun sebagai dasar hukumnya, maka harus dilakukan pembuktian secara ilmiah atau dicek secara labor.
“Dasar hukum pidananya, yang bisa menjerat pelaku usaha yg mencemari air sungai setelah pembuktian ilmiah atau cek labor.” Sebutnya.
Jika pembuktian secara ilmiah telah dilakukan dan terbukti tercemar akibat pertambangan Galian C, maka secara otomatis pemerintah daerah memiliki alasan yang kuat untuk menindak para pelaku usaha.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air, Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004; Pasal 71, dibunyikan bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya:
A. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunyakondisi tata Air Daerah Aliran Sungai, kerusakan SumberAir dan prasarananya, dan/atau pencemaran Air.
B. melakukan kegiatan yang mengakibatkan terjadinya Daya Rusak Air.
Dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 98 menyebutkan. “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana.” Jelas Pemerhati Lingkungan Hidup Kerinci ini.
Hal yang diuraikan diatas selaras seperti apa yang diungkapkan oleh Kadis LH Kabupaten Kerinci beberapa waktu lalu, Rabu (10/03).
Katanya Dinas Lingkungan Hidup hanya memiliki wewenang berkaitan dengan pengawasan SDA dan lingkungan.
“LH Kabupaten berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan SDA dan lingkungan yang menjadi kewenangan Kab. Dengan instrumen SPPL, RPL, RKL, dan Amdal yang LH Kab. Terlibat di dalamnya.”beber Askar.
(rhr)
Discussion about this post