*Sambut Hari ke-16 dan 27 Ramadhan
MALAM 16 Ramadhan, yang jatuh pada Selasa 27 April, adalah malam yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian warga di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Usai melaksanakan shalat Magrib, dengan mengenakan kopiah bagi laki-laki, dan mukena untuk kaum perempuan, warga berbondong-bondong mendatangi masjid atau mushalla.
Tujuannya, selain melaksanakan shalat isya dan tarawih, kedatangan warga juga untuk mengikuti ratib saman, ibadah atau kegiataan keagamaan yang dilaksanakan pada setiap malam 16 Ramadhan.
Ratib tegak ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti untuk menyambut malam ke-16 dan malam ke-27 Ramadhan.
Pada malam-malam tersebut, biasanya mesjid ataupun mushalla akan penuh bahkan sampai melimpah ke luar karena dipenuhi oleh Jemaah.
“Ya, malam ini masjid lebih ramai, karena banyak yang ingin ikut ratib tegak,”kata Eeng, pemuda di Desa Baru Semerah.
Selain pada malam ke-16 dan ke-27 Ramadhan, ratib tegak ini biasa juga dilakukan pada lebaran ke dua dan juga saat hari raya puasa enam.
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, Ratib Saman mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Beberapa desa yang dulunya melaksanakan kegiatan ini, namun saat ini tidak lagi.
Ini tidak terlepas dari adanya pro dan kontra di kalangan masyarakat dan sejumlah pemuka agama, terkait pelaksanaan Ratib Saman tersebut.
Ada sejumlah desa yang diketahui warganya masih melakukan Ratib Saman, diantaranya di Desa Baru Semerah, Pondok Beringin, Bunga Tanjung, dan Kayu Aro Ambai.
Ratib Tegak ini, biasanya akan diawali dengan pembacaan surat Yasin dan juga tahlil. Setelah itu, jamaah akan berdiri dan melakukan ratib secara bersama-sama dengan suara yang keras dan teratur.
Kegiatan ratib tegak ini, akan ditutup dengan salam-salaman untuk bermaafan. Tidak hanya dilakukan didalam mesjid atau mushalla, namun di sejumlah desa, ratib tegak ini juga dilakukan saat melaksanakan ziarah di pemakaman.
Di Desa Baru Semerah, Kecamatan Sitinjau Laut, Ratib tegak ini juga dilakukan di rumah-rumah masyarakat, terutama saat lebaran Idul Fitri.
Ulama di Desa Baru Semerah, Anwar Syamsi, mengatakan Ratib tegak ini punya dasar yang jelas di dalam Al-quran.
Dalam pelaksanaannya, selama Ratib tegak dilakukan, juga akan diasuh dengan syair yang memberikan pujian kepada Nabi Muhammad, dan juga doa-doa. “Ada sembilan asuh dalam ratib tegak,” sebutnya.
Sementara itu, budayawan kerinci, Budhi Vrihaspathi Jauhari, dalam tulisannya yang dimuat di laman incung.com, menyebutkan ratib tegak di Kerinci mulai tumbuh dan berkembang sejak awal abad ke 17.
Tradisi dibawa oleh Jemaah haji Kerinci yang menunaikan ibadah haji. Pada masa lampau untuk melaksanakan ibadah haji dibutuhkan waktu cukup lama, tak jarang para jemaah Haji asal suku Kerinci pada masa lalu bermukim di Mekah dengan waktu yang lama.
Di samping menunggu musim haji, para jemaah menyempatkan diri untuk mempelajari dan mendalami agama Islam serta mempelajari seni dan kebudayaan Islam.
Ratib ini berasal dari Tariqat Samaniah yang disebarkan pertama kali oleh Syekh Muhammad Saman penjaga makam Rasullullah di Madinah.
Ratib Seman ini sudah menjadi salah satu kebudayaan ritual Kerinci yang bernafaskan Islami.
Dia menyebutkan, bahwa Ratib Saman merupakan salah satu bentuk zikir, dikembangkan serta diamalkan oleh seorang ulama tarikat terkemuka bernama Syeikh Muhammad Saman Al-Madani, bermukim di Madinah Al-Munawwarah.
Nama lengkap beliau adalah Gauts Zaman Al-Waly Qutbil Akwan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samman al-Madani. Keturunan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Sayyidina Rasulullah Saw.
Lahir di kota Madinah pada tahun 1132 H / bertepatan tahun 1718 M. Dan wafat pada hari rabu 02 Dzulhijjah 1189 H dimakamkan di Baqi’. Beliau juga pendiri Tarikat Samaniyyah, sekaligus sebagai penjaga Makam Rasulullah Saw.
(edijanuar)
Discussion about this post